Disebua rumah, hiduplah sekelompok cecak. Mereka hidup damai
dan bahagia. Saling membantu dan bekerjasama mencari makanan. Suka duka dibagi
bersama.
Suatu saat,rumah tempat mereka hidup dan mencari makan,
dibongkar. Rumah itu akan diperbaiki dan dijadikan rumah yang lebih mewah
daripada rumah sebelumnya. Hal ini tentu
saja membuat mereka terpaksa mengungsi, atau setidaknya mencari tempat
perlindungan.
Pada hari yang ditentukan, dibongkarlah rumah itu. Namun,
hanya sebagian yang dibongkar. Pemilik itu hanya mengganti kusen-kusen dan
perabotan lain yang sudah tua, serta memperluas pekarangan. Rumah yang tadinya
terlihat kumuh, setelah direhab, jadi terlihat lebih bagus dan mewah.
Beberapa hari kemudian, selesailah rumah itu diperbagus.
Maka, diadakanlah syukuran untuk mengawali diisinya rumah itu. Si pemilik rumah
sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk acara syukuran.
Tetangga dekat dan jauh tak luput dari undangan. Si pemilik rumah ingin agar
kebahagiaan yang ia rasakan bisa terasa juga oleh para tetangganya. Selain itu,
ia juga ingin kenal lebih jauh dengan tetangganya.
Istri Pak Sabar, si pemilik rumah, sibuk memasak di dapur.
Segala bahan makanan yang ada di pasar, diangkutnya ke rumah. Saat itu, mereka
akan makan besar bersama para tetangga.
Ketika Bu Sabar sedang memasak, ia dikagetkan dengan suara
di balik engsel pintu dapur. Dengan penuh selidik, Bu Sabar mendekat kearah
suara itu. Alangkah terkejutnya Bu Sabar ketika melihat sumber suara itu. Seekor
cecak sedang terjepit, tak bisa melepaskan diri. Biasanya, cecak memutuskan
ekornya untuk melepaskan diri. Namun kali ini ia tak bisa berbuat apa-apa,
karena tubuhnya terjepit. Jadi, percuma saja ia memutuskan ekornya.
Bu Sabar yang penyayang binatang ini begitu kasihan melihat
nasib cecak. Tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, tubuh cecak
itu benar-benar terjepit. Sedangkan solusi satu-satunya adalah dengan cara
membongkar engsel pintu tersebut. Itu tentu saja memakan biaya lagi. Dan tidak
menutup kemungkinan, cecak itu juga ikut terluka. Akhirnya, cecak itu di
diamkan oleh Bu Sabar, karena ia juga cukup sibuk dengan kegiatannya.
Acara syukuran
berlangsung cukup meriah. Pak Sabar dan Bu Sabar mencoba untuk mengakrabkan
diri dengan para tetangganya. Demikian pula sebaliknya. Dengan suasana yang
akrab seperti itu, Bu Sabar jadi lupa dengan cecak yang terjepit di balik
engsel pinti itu.
Sepuluh tahun telah berlalu. Pak Sabara dan Bu Sabar hidup
bahagia. Mereka dikaruniai dua orang anak.
Kebahagiaan keluarga itu makin lengkap, tatkala
saudara-saudaranya yang jauh kini datang berkunjung. Bu Sabar pun kembali
memasak untuk tamunya. Di saat itulah, ia jadi teringat dengan cecak yang
terjepit, yang dahulu ia lihat. Dengan penasaran, di lihatnya cecak itu. Alangkah
terkejutnya Bu Sabar, karena cecak itu masih hidup, meski masih terpasung. Bu
Sabar diliputi keheranan. Tetapi, karena hidungnya tiba-tiba menangkap bau
masakan yang gosong, bergegas ia menghampiri masakannya.
Sengaja Bu Sabar melupakan cecak itu, karena takut tamunya
pada kelaparan. Maka masakannya punsegera di selesaikan. Setelah itu, mereka
makan bersama. Namun, Bu Sabar tidak bisa melupakan dan menghapus keheranannya
dengan cecak yang terpasung selama sepuluh tahun, namun mampu bertahan hidup.
Malamnya, Bu Sabar tidak mampu memejamkan matanya. Maka,
untuk memuaskan rasa penasarannya, ia kembali melihat cecak itu. Kembali Bu
Sabar dibuat terkejut, setelah apa yang telah dilihatnya. Beberapa ekor cecak
Nampak mengerubungi cecak yang terpasung itu. Mereka menyuapi cecak itu.
Kini, mengertilah Bu Sabar bahwa cecak itu bisa bertahan
hidup dalam kurun waktu sepuluh tahun. Karena dibantu oleh cecak yang lainnya.