Di sebuah ruang tengah rumah yang mewah, terdapat berbagai
hiasan. Hiasan itu bermacam-macam, ada yang terbuat dari kayu, kulit binatang,
bahkan dari gerabah.
Diksiahkan bahwa hiasan-hiasan tersebut bisa berbicara dan berkomunikasi
layaknya manusia. Suasana lengang ruan tengah tersebut, karena ditinggal
pemilik rumah, dimanfaatkan oleh mereka untuk bercakap-cakap.
“Kau Nampak indahs ekali. Sangat cocok kau berada di ruangan
ini. Ceritakanlah asalmu sehingga kau bisa berada di sini!” tanduk rusa yang
menempel di dinding bertanya kepada lukisan pemandangan alam.
“Aku dihasilkan dari tangan terampil. Orang yang membuatku
sangatlah terkenal, orang-orang mengantri untuk mendapatkan hasil karyanya.
Begitupun aku, orang-orang harus rela menawarkan harga tertinggi untuk
mendapatkan aku,” ujar lukisan.
“Wah, sangat luar biasa!” ujar tanduk rusa.
“Lalu, engkau sendiri kenapa ada di sini?” Tanya lukisan.
“Aku juga dihargai sangat mahal. Bagaimana tidak, untuk
mendapatkanku, manusia harus pergi ke hutan memburu rusa. Taruhannya nyawa,
karena di hutan itu banyak binatang buas.”
“Sungguh sangat fantastis!”
Percakapan mereka terhenti tatkala pemilik rumah datang
membawa sebuah guci yang sangat indah. Bahkan, si pemilik rumah tersebut menyimpan
guci tersebut di tempat yang strategis.
“Wahai guci yang indah, beruntung sekali kau menjadi hiasan
kesayangan pemilik rumah ini,” seru tanduk rusa.
Guci tersenyum. Dengan malu-malu, ia lalu menceritakan
sebab-musababnya kenapa ia bisa berada di sana.
“Dulu, aku adalah benda yang sangat hina. Manusia tidak
pernah melirikku. Asalku adalah dari tanah liat. Setiap harinya, aku diabaikan
oleh manusia. Bahkan seperti tidak punya manfaat sama sekali. Aakan tetapi,
pada suatu hari ada seorang kakek tua yang jatuh hati padaku. Dengan bangga ia
mengambilku dan dibawahnya kerumahnya. Namun, sampai dirumahnya, aku
diperlakukan sangat kasar. Di bawahnya aku ke meja bundar yang bisa di
putar-putar, aku pusing sekali. Setelah itu, disiramnya aku dengan air. Lalu dihancurkan
serta dihaluskannya teksturku. Tentu saja aku mnegalami sakit yang amat
sangat.”
Tanduk rusa dan lukisan, serta hiasan yang lain menyimak
dengna penuh perhatian. Guci lalu meneruskan ceritanya.
“setelah aku bisa dibentuk, kakek tua itu membuat bentukku
seperti ini. Setelah ia puas dengan bentuk yang ia inginkan, kembali kakek itu
memperlakukanku dengan tajam. Ia menjemurku di bawah terik matahari. Aku
kepanasan, sampai-sampai aku kering. Setelah kering, aku kembali diperlakukan
tidak adil. Sepertinya kakek itu belum puas menyakitiku, aku dibakarnya dalam
kobaran api yang sangat panas.
Aku benar-benar marah dan kecewa dengan perlakuan kakek itu.
Kalau tahu bakal seperti itu nasibku, mungkin aku akan memilih untuk tetap
diabaikan manusia. Setelah aku di bakar, si kakek itu mengoleskan ramuan yang
baunya sangat menusuk. Aku sangat mual, sepertinya seluruh isi perutku ingin
keluar. Setelah puas, si kakek itu kembali memanggangku dalam kobaran api. Aku
sungguh tersiksa.
Selesai aku dipanggangnya, ternyata si kakek itu belum puas
juga. Aku dihiasinya dengan cairan yang sngat menusuk hidung. Dan kembali aku
dibakarnya.”
“Lalu, kenapa sekarang kau memiliki wujud yang sangat indah
seperti ini?”
“Itulah yang sekarang ingin kuceritakan kepada kalian.
Setelah si kakek puas membakarku, dan aku tersiksa bahkan sangat marah dengan
tingkahnya, aku baru sadar kalau yang dia lakukan adalah untuk membentukku
seperti ini. Apa yang dia lakukan, ternyata itu demi kebaikanku sehingga aku
menjadi benda yang indah serta sangat mahal harganya. Aku bangga kepada kakek
tua itu. Aku bangga dengan rupaku yang sngat indah ini. Aku bangga, aku yang
berasal dari tanah yang diabaikan manusia,” guci mengakhiri ceritanya.
Lukisan dan tanduk rusa berdecak kagum. Mereka kembali diam
karena si pemilik rumah sedang kedatangan tamu. Sambil bercakap-cakap, tamu itu
tak henti-hentinya memuji guci. Guci itupun bertambah kebanggaanya.