Sabtu, 27 April 2013


       Di sebuah ruang tengah rumah yang mewah, terdapat berbagai hiasan. Hiasan itu bermacam-macam, ada yang terbuat dari kayu, kulit binatang, bahkan dari gerabah.

           Diksiahkan bahwa hiasan-hiasan tersebut bisa berbicara dan berkomunikasi layaknya manusia. Suasana lengang ruan tengah tersebut, karena ditinggal pemilik rumah, dimanfaatkan oleh mereka untuk bercakap-cakap.

          “Kau Nampak indahs ekali. Sangat cocok kau berada di ruangan ini. Ceritakanlah asalmu sehingga kau bisa berada di sini!” tanduk rusa yang menempel di dinding bertanya kepada lukisan pemandangan alam.

       “Aku dihasilkan dari tangan terampil. Orang yang membuatku sangatlah terkenal, orang-orang mengantri untuk mendapatkan hasil karyanya. Begitupun aku, orang-orang harus rela menawarkan harga tertinggi untuk mendapatkan aku,” ujar lukisan.

           “Wah, sangat luar biasa!” ujar tanduk rusa.

           “Lalu, engkau sendiri kenapa ada di sini?” Tanya lukisan.

          “Aku juga dihargai sangat mahal. Bagaimana tidak, untuk mendapatkanku, manusia harus pergi ke hutan memburu rusa. Taruhannya nyawa, karena di hutan itu banyak binatang buas.”

          “Sungguh sangat fantastis!”
        Percakapan mereka terhenti tatkala pemilik rumah datang membawa sebuah guci yang sangat indah. Bahkan, si pemilik rumah tersebut menyimpan guci tersebut di tempat yang strategis.

         “Wahai guci yang indah, beruntung sekali kau menjadi hiasan kesayangan pemilik rumah ini,” seru tanduk rusa.
Guci tersenyum. Dengan malu-malu, ia lalu menceritakan sebab-musababnya kenapa ia bisa berada di sana.

          “Dulu, aku adalah benda yang sangat hina. Manusia tidak pernah melirikku. Asalku adalah dari tanah liat. Setiap harinya, aku diabaikan oleh manusia. Bahkan seperti tidak punya manfaat sama sekali. Aakan tetapi, pada suatu hari ada seorang kakek tua yang jatuh hati padaku. Dengan bangga ia mengambilku dan dibawahnya kerumahnya. Namun, sampai dirumahnya, aku diperlakukan sangat kasar. Di bawahnya aku ke meja bundar yang bisa di putar-putar, aku pusing sekali. Setelah itu, disiramnya aku dengan air. Lalu dihancurkan serta dihaluskannya teksturku. Tentu saja aku mnegalami sakit yang amat sangat.”

           Tanduk rusa dan lukisan, serta hiasan yang lain menyimak dengna penuh perhatian. Guci lalu meneruskan ceritanya.

           “setelah aku bisa dibentuk, kakek tua itu membuat bentukku seperti ini. Setelah ia puas dengan bentuk yang ia inginkan, kembali kakek itu memperlakukanku dengan tajam. Ia menjemurku di bawah terik matahari. Aku kepanasan, sampai-sampai aku kering. Setelah kering, aku kembali diperlakukan tidak adil. Sepertinya kakek itu belum puas menyakitiku, aku dibakarnya dalam kobaran api yang sangat panas.

            Aku benar-benar marah dan kecewa dengan perlakuan kakek itu. Kalau tahu bakal seperti itu nasibku, mungkin aku akan memilih untuk tetap diabaikan manusia. Setelah aku di bakar, si kakek itu mengoleskan ramuan yang baunya sangat menusuk. Aku sangat mual, sepertinya seluruh isi perutku ingin keluar. Setelah puas, si kakek itu kembali memanggangku dalam kobaran api. Aku sungguh tersiksa.

             Selesai aku dipanggangnya, ternyata si kakek itu belum puas juga. Aku dihiasinya dengan cairan yang sngat menusuk hidung. Dan kembali aku dibakarnya.”

                “Lalu, kenapa sekarang kau memiliki wujud yang sangat indah seperti ini?”

              “Itulah yang sekarang ingin kuceritakan kepada kalian. Setelah si kakek puas membakarku, dan aku tersiksa bahkan sangat marah dengan tingkahnya, aku baru sadar kalau yang dia lakukan adalah untuk membentukku seperti ini. Apa yang dia lakukan, ternyata itu demi kebaikanku sehingga aku menjadi benda yang indah serta sangat mahal harganya. Aku bangga kepada kakek tua itu. Aku bangga dengan rupaku yang sngat indah ini. Aku bangga, aku yang berasal dari tanah yang diabaikan manusia,” guci mengakhiri ceritanya.

                Lukisan dan tanduk rusa berdecak kagum. Mereka kembali diam karena si pemilik rumah sedang kedatangan tamu. Sambil bercakap-cakap, tamu itu tak henti-hentinya memuji guci. Guci itupun bertambah kebanggaanya.
0 Comments
Tweets
Komentar

0 komentar:

Posting Komentar