Suatu hari, kelas 3 SMA Harapan Jaya kedatang seorang guru
baru. Setelah guru tersebut diperkenalkan oleh kepada sekolah, maka langsung
guru itu mengajar. Akan tetapi, gaya mengajarnya laind aripada yang lain
sehingga ia banyak disukai oleh murid-muridnya.
“Baiklah anak-anak, hari ini ibu minta agar kalian membuat
gambar yang mencerminkan kepribadian kalian masing-masing!”.
Tanpa menunggu komando yang kedua kalinya, mereka langsung
mengerjakan tugas yang di berikan. Karena mereka hanya diberikan waktu lima
menit saja.
Macam-macam yang mereka gambar. Namun, waktu lima menit yang
diberikan dirasa tidak cukup, karena agak susah juga membuat gambar yang
mencerminkan kepribadian masing-masing. Akan tetapi, guru tersebut menyudahi
kerja anak-anak.
“Bailah anak-anak, setelah kalian selesai menggambar
kepribadian kalian,s aatnya untuk melakukan presentasi. Silakan, siapa yang mau
duluan?!”.
Anak-anak saling berpandangan. Namun, dari belakang seorang
siswa mengacungkan tangannya. Dang langsung dipersilakan oleh ibu guru. Siswa ini
PD-nya maju kedepan. Dan langsung menunjukkan gambar yang ia buat.
“Teman-teman, inilah gambar yang saya buat!” sembari
menunjukkan gambarnya di kertas.
Kontan anak-anak tertawa, karena gambar yangia buat oleh
siswa itu adalah sebuah gambar uang logam senilali dua puluh lima rupiah.
Kegaduhan anak-anak diredakan oleh guru.
“Anto, coba kamu jelaskan kenapa kamu menggambar itu?”
“Saya menggambar ini karena tanggal dua lima adalah tanggal
kelahiran saya.”
Anto kemudian kembali duduk. Didi lalu memebranikan diri
maju kedapan. Kali ini, tidak jauh berbeda dengan Anto. Didi menggambar kacang.
“Kamu kenapa menggambarkan dirimu dalam bentuk kacang?”
Tanya guru.
“Karena saya “garing”!” Didi langsung duduk.
“Silahkan, ada lagi yang berani!”
Seorang siswi berjilbab panjang, bernama Khumaira,
mengacungkan tangannya, dan langsung maju kedepan setelah dipersilahkan oleh
ibu guru.
“Saya menggambar ini,” ujar siswi itu sambil memperlihatkan
gambarnya.
Gambar itu berupa bunga mawar dengan duri-durinya. Dan di
belakang mawar tersebut, diberi warna hitam.
“Coba kamu jelaskan makna gambar yang kamu buat!” perintah
bu guru.
“Mawar adalah saya. Saya adalah bunga mawar yang indah.”
“Lalu, kenapa mawar itu banyak durinya?” Tanya bu guru.
“Mawar yang sempurna adalah mawar yang berduri!” tegas siswi
itu.
“Bukankah itu akan menyakiti orang yang hendak memetiknya?”
Tanya bu guru.
“Sekali lagi saya tegaskan, bahwa mawar yang sempurna adalah
mawar yang berduri. Banyak yang mengatakan, keindahan mawar itu tercoreng
karena adanya duri. Padahal, duri itulah yang membuat mawar Nampak indah.
Kenapa ? Karena dengan duri itu tidak sembarang orang bisa seenaknya menyentuh
atau memetik sang mawar. Duri itu adalah fitrah saya sebagai seorang wanita.
Yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang, kecuali muhrim saya ! Karena
orang yang sembarangan menyentuhnya akan terkena duri-duri mawar yang tajam.”
“Lalu, kenapa Background-nya hitam ? tidak dengan warna
lain, hijau, biru atau warna yang lainnya ?” Bu guru makin penasaran.
“Saya memilih warna hitam, karena bunga mawar tersebut
berada di tepi jurang.”
“Kenapa?”
“Saya tidak mau menjadi bunga yang tumbuh di taman. Meski
memiliki duri, namun semua orang bisa melihatnya dan bisa pula memtiknya. Lain
halnya dengan bunga yang tumbuh di tepi jurang, tidak setiap orang mampu memetiknya.
Orang yang ingin memetik bunga itu harus melakukan pengorbanan yang luar biasa.
Orang yang ingin memetik bunga itu pastilah bukan orang sembarangan. Dia adalah
orang yang mau berkorban bahkan mengorbankan nyawanya untuk bisa memetik bunga
tersebut.”
“orang yang kelak memetik saya, atau yang menjadi suami
saya, pastilah bukan orang sembarangan. Tetapi, orang yang mampu dan mau
mengorbankan nyawanya untuk saya.”
Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruang kelas itu. Siswi itu
duduk kembali ke bangkunya. Kegiatan belajarpun kembali di lanjutkan oleh ibu
guru.