Minggu, 07 Juli 2013

Hadeeeuhh pastinya ucapan salam ini udah pada dipraktekin deh ya (bagi yang udah mempraktekkan, bagi yang nggak atau belum ya kagak lah). Hmm… tema cinta lagi nih kita bahas. Iya. Tepatnya sih tema asmara. Beda sih cinta ama asmara. Setidaknya menurut kamus Bahasa Indonesia.Asmara didefinisikan sebagai perasaan senang kepada lawan jenis, bisa juga diartikan rasa cinta.Sementara khusus tentang cinta, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikannya agak lebih detil. Cinta diartikan suka sekali, sayang benar, kasih sekali, ingin sekali. Dari dua definisi ini, nampak kalo asmara lebih fokus kepada rasa cinta dengan lawan jenis (kelamin). Tetapi kalo cinta, itu sangat luas. Sebab, bisa saja diartikan cinta kepada orang tua, kepada saudara, kepada seluruh kaum muslimin, kepada guru. Dimensinya luas (ciee.. pake bahasa dimensi segala). Intinya, asmara itu lebih fokus kepada rasa cinta kepada lawan jenis dan khususnya masalah birahi. Hmm.. kamu jadi ngeh sekarang kan, gara-gara baca gaulislam jadi bisa bedain antara cinta dan asmara (upps..pede banget. Afwan ya bukan nyombong. Kali aja redaksi gaulislam yang baru ngeh, sementara kamu udah tahu duluan hehehe…).

Bro en Sis rahimakumullah pembaca setia gaulislam, back to topic ya. Ya, kalo ngomongin soal asmara kayaknya nggak ada abisnya. Selalu enak dibahas, enjoy merasakannya. Bahkan banyak juga yang merasa kudu merayakannya. Apalagi anak muda atau remaja. Justru pada saat usia itulah masa-masanya kembang di hati mereka mekar semerbak harum mewangi. Di situlah mulai kencang debar-debar asmara. Sebab baru tahu ada daya tarik terhadap lawan jenis. Daya tarik itu dilengkapi juga dengan daya dorong dari dalam diri sendiri. Merasa punya ketertarikan kepada lawan jenis, lalu dari dalam diri seolah ngomporin perasaan-perasaan untuk mendekati sang lawan jenis itu. Klop. Ada daya tarik, ditambah juga daya dorong.

BTW, ini kok jadi kayak pelajaran fisika? Ada istilah daya tarik dan daya dorong segala. Hehehe.. emang iya, Mirip-mirip lah. Bener. Jadi inget Hukum Coloumb. Secara sederhana hukum tersebut menjelaskan bahwa gaya elektrostatis (tarik menarik) antara dua buah benda (F) yang berlainan muatan (q1 dan q2) sebanding dengan konstanta (k) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak keduanya (r). Semakin besar muatan kedua benda serta semakin pendek jaraknya, semakin besar pula gaya tarik menarik yang ditimbulkannya. Maka, jangan heran kalo diaplikasikan kepada ‘getaran’ rasa di antara cowok dan cewek, akan kian ‘tertarik’ kalo jaraknya kian dekat. Setuju? Harus! Hehehe…


Nah, sesuai judul buletin gaulislam edisi pekan ini, pekan ke 248 sejak terbit (nonstop) tiap pekan pada 29 Oktober 2007 silam, gaulislam bahas hubungan antara laki dan perempuan. Tepatnya lagi, karena sekarang lagi di bulan Ramadhan, dan faktanya juga banyak yang memanfaatkan momen jalan-jalan subuh untuk mengumbar debar asmara di antara remaja putra dan remaja putri. Maka, gaulislam mau ngasih pandangan dan juga panduan gimana menyikapi fakta ini dan juga solusinya. Siap ya? Lanjutkan bacanya ampe tekor, eh ampe tuntas.

Asmara tak kenal musim

Selama manusia masih memiliki naluri melestarikan keturunan (gharizah an-Nau’u), maka selama itu pula akan tumbuh rasa cinta, debar asmara, dimabuk rindu. Memang, ada kondisi-kondisi tertentu dimana rasa cinta itu sangat bergelora, rindu yang kian menggebu, dan asmara yang tetap membara. Pada kondisi seperti apakah itu? Ya, pada kondisi dimana laki dan perempuan berada dalam satu keadaan. Intinya, kedua lawan jenis itu memungkinkan untuk saling bertemu dan berkomunikasi satu sama lain, maka saat itulah cinta bisa terus menggelora, rindu yang menggebu-gebu dan asmara yang tetap membara. Kalo misalnya nggak ketemu dan nggak berkomunikasi? Nah, itu hanya bagian dari cara meredam naluri itu agar tidak tumbuh liar. Sebab, pada kondisi tak ada pertemuan atau tak ada komunikasi biasanya sinyal cinta-asmara-rindu tak redup. Ini insya Allah bisa meredam.

Namun, kalo pengen lebih bisa jaga diri lagi dari hal-hal yang belum semestinya dilakukan, maka cara ampuh yang bisa ditempuh adalah menguatkan keimanan dan meningkatkan amal shalih. Insya Allah, pada kondisi keimanan yang kokoh dan amal shalih yang terus dilakukan bukan saja meredam bara asmara yang belum semestinya dikipasin, tetapi juga bisa kendalikan hawa nafsu dan tahu bagaimana cara mengekspresikan asmara di jalur yang benar. Itu artinya, kalo belum ada peluang untuk menyulut bara api asmara pada kondisi yang dibenarkan syariat Islam, dia nggak akan mau coba-coba ngelakuin yang dilarang dalam ajaran Islam. Contohnya, orang tersebut akan meredam bara asmaranya sampai nanti ada kesempatan untuk menikah. Dia juga nggak akan berani pacaran, apalagi gaul bebas karena kedua perbuatan tersebut terlarang dalam syariat Islam. Simpel kan? So, pasti!

Nah, sesuai subjudul dari tema kita pekan ini, bahwa memang benar adanya kalo asmara itu nggak kenal musim. Ia akan terus membara. Ada dalam setiap jiwa manusia. Tetapi yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya dalam meredam asmaranya adalah pada pengelolaan dan pengendalian hawa nafsu serta pemahamannya yang kokoh tentang keimanan dan kuatnya amal shalih.
Benar, mau bulan apa aja, hingga Ramadhan sekalipun, debar asmara tetap bisa membara, gejolak cinta bisa bergelora, dan rindu yang menggebu bisa bikin mabuk pelakunya. Tapi bagi mereka yang bisa meredam dan mengelola hawa nafsu, insya Allah bisa dialihkan dengan kegiatan positif yang bermanfaat tanpa kehilangan penampakan-penampakan dari naluri melestarikan jenis tersebut.

Pacaran terselubung

Saat ini marak “asmara subuh” di bulan Ramadhan. Coba deh tengok aktivitas remaja yang mendadak kalo subuh memenuhi masjid-masjid di daerahnya masing-masing. Tetapi sayangnya, setelah shalat subuh mereka jalan-jalan berpasangan dengan lawan jenis. Meski itu temannya, tetap aja termasuk yang nggak boleh berhubungan dengan lawan jenis yang bukan mahromnya. Apalagi kalo emang bukan sekadar teman, tapi udah pacar. Bahaya banget tuh!

Mungkin juga di antara mereka yang jalan-jalan subuh sambil menebar asmara masing-masing, adalah para aktivis masjid atau setidaknya simpatisan dan kader rohis. Waduh, kalo aktivis rohis ada yang punya hobi ngobrol en berduaan serta jalan-jalan subuh dengan lawan jenisnya di bulan Ramadhan maka tentu aja itu musibah besar. Di satu sisi mereka punya kesadaran bahwa apa yang dilakukannya boleh dibilang nyerempet-nyerempet dosa (atau bahkan sudah masuk bab dosa?). Tapi, di sisi lain, temen-temen aktivis rohis juga punya naluri, yang adakalanya harus merasa terpenuhi.

Sebagai jalan keluar, lalu ada di antara mereka yang “ngakalin” supaya apa yang dilakukannya nggak tampak sebagai perbuatan dosa. Nggak terlihat sebagai bentuk perlawanan terhadap syariat Islam. Itu sebabnya, ada banyak di antara teman aktivis rohis yang menjalani ritual “pacaran terselubung”. Misalnya, apa yang dilakoninya itu diberi label ‘pacaran islami’ dan semua itu dilakukan dengan mengusung semboyan: no kiss, no touch. Ya, tanpa ciuman dan tanpa sentuhan. Terus kalo ketemu ya di masjid. Ngobrolnya jauhan. Nggak pernah pegangan tangan kalo jalan berdua abis shala subuh di bulan Ramadhan atau selesai tarawihan. Nggak ada jadwal khusus untuk wakuncar. Kapan-kapan aja kalo mau. Melepas rindu pun cukup bicara lewat telepon, atau mungkin kirim-kirim SMS dan e-mail aja. Pokoknya asli tanpa ciuman dan tanpa sentuhan. Aman dari segala macam ‘gerilya’ yang tak perlu. Kalo ada yang negur kenapa sering ketemu dan komunikasi, bilangnya: kami sedang koordinasi urusan organisasi. Walah, dari mana pula dapet ‘dalil’ begini rupa?

Sobat muda muslim pembaca setia gaulislam, memang sih teman-teman remaja putra dan putri yang kebetulan udah mengenal ajaran Islam, meski sedikit, mulai tumbuh kesadarannya dalam beragama. Sehingga wajar dong kalo teman-teman juga selalu mencari solusi dari berbagai masalah yang ada dalam kehidupan ini menurut Islam. Sayangnya, kita suka lupa, bahwa nggak setiap perbuatan apabila diembeli-embeli dengan kata “islami” bisa langsung dikatakan halal untuk dilakukan. Nggak lho. Kudu dilihat dulu aktivitasnya.

Jika sudah terbukti bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka sudah saatnya dipencet tombol alarm tanda bahaya. Kalo ada aktivis masjid berlainan jenis udah berani jalan berdua sambil bergandengan tangan, ngobrol berdua diselingi haha-hihi, mojok berdua (meskipun di masjid), jelas ini harus diwaspadai lalu ditegur. Nggak boleh sampe telat ngingetin. Jangan menunggu sampe banyak orang yang berbuat tak sesuai resep syariat Islam. Bisa bahaya!

Memang sih, jaman sekarang teman remaja banyak kehilangan figur. Sedikit banget yang bisa dijadikan sebagai teladan dalam menjalani kehidupan ini. Akibatnya, teman remaja banyak yang mencari sendiri apa yang dirasa cocok dengan hati nuraninya, tapi ogah mikir panjang dengan mengkalkulasikan untung-ruginya melalui standar-standar aturan syariat Islam. Jadi cuma ngandelin perasaannya doang. Padahal ini bisa gawat lho kalo nggak segera diselesaikan. Bisa-bisa membahayakan nantinya.

Buktinya sekarang, banyak remaja muslim yang ‘ngakalin’ hubungan dengan lawan jenis dengan anggapan bahwa hubungannya sah, karena pake nama “pacaran islami”. Ngelihat begini teh, terus terang saja sedih. Sedih banget. Sebab, ternyata teman-teman remaja masih mengandalkan semangat doang dalam mengamalkan ajaran Islam. Belum sampe ke dalamnya, yakni meningkatkan tsaqofah Islam yang cukup. Maklum, yang namanya perjuangan untuk menegakkan Islam itu nggak cukup kalo mengandalkan semangat doang tanpa ilmunya.

Itu sebabnya, maraknya aktivitas pacaran—yang diembel-embeli kata islami—sesama pengurus pengajian di sekolah or kampus lebih diakibatkan karena ketidak-tahuan teman remaja tentang batasan bergaul dengan lawan jenis. Namun ada juga sih yang udah tahu kalo itu haram dilakukan, tapi ada aja yang bandel dan tetep melakukannya. Pengurus lain banyak yang protes, yang bersangkutan anteng aja seperti nggak merasa bersalah. Ibaratnya, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Wah, ini namanya musibah besar, Bro! Jadi hati-hati dengan hawa nafsu ya. Jangan biarkan ia menguasai dan mengendalikan akal sehat kita. Jangan beri ia kesempatan untuk memalingkan kita dari ketaatan terhadap syariat Islam.

Yuk, sadar diri segera

Di awal subjudul ini saya tegaskan ya; Jangan nekat berzina. Bener. Jangan sampe kamu kebablasan gaul bebas, jalan bareng dengan lawan jenismu dan akhirnya nggak mampu ngerem hawa nafsu. Jangan main-main dengan perbuatan yang satu ini. Zina adalah perbuatan tercela dan jalan yang buruk. Firman Allah Swt.:“Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina adalah perbuatan yang tercela dan jalan yang buruk,” (QS al-Isra [17]: 32)

Dari Jabir ra, Rasulullah saw. berkata, “Ingatlah! Janganlah seorang laki-laki menginap di sisi seorang wanita dalam satu rumah, kecuali dia menikahinya atau dia mahramnya.” (HR Muslim)

Dalam sebagian riwayat hadits Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda:“Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.

Bagi mereka yang berbuat maksiat, termasuk yang berzina, Allah memberikan gambaran dalam firman-Nya:“Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): “Rasakanlah azab yang membakar ini”. (QS al-Hajj [22]: 22)

Andai kamu tahu, berbahagialah orang yang bisa menahan nafsunya untuk tidak berbuat zina. Abu Hurairah dan Ibnu Abbas r.a. berkata: “Rasulullah saw. berkhutbah sebelum wafatnya, yang di antaranya beliau bersabda:“Barangsiapa mampu bersetubuh dengan wanita atau gadis secara haram, lalu dia meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah menjaganya pada hari yang penuh ketakutan yang besar (kiamat), diharamkannya masuk neraka dan memasukkannya ke dalam surga.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitab Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin)

Bro en Sis rahimakumullah pembaca setia gaulislam, hati-hatilah dalam bergaul dengan teman satu pengajian atau satu kampung or satu sekolah. Jaga diri, kesucian, dan kehormatan kamu dan temanmu. Jangan nekat berbuat maksiat. Kalo udah TKD alias Teu Kuat Deui (baca: nggak kuat lagi) segera menikah saja (kalo emang udah mampu lahir-batin mah). Kalo belum mampu? Banyakin aktivitas bermanfaat dan seringlah berpuasa.

Emang sih kalo pengen ideal, kudu ada kerjasama semua pihak; individu, masya­rakat dan juga negara. Hmm.. soal cinta juga urusan negara ya? Negara wajib meredam dan memberantas faktor-faktor yang selalu ngom­porin masyarakat untuk berbuat yang nggak-nggak. Media massa salah satunya.

Betul, karena faktanya, banyak teman yang nafsunya kenceng, tapi keimanan masih tambal sulam, bahkan banyak yang blong banget. Ya kalo yang blong abis sih, susah ngeremnya. Ditambah dengan media massa yang “begituan” selalu siap sedia ngomporin kita. Eh, kitanya juga doyan aja ngelalap media tersebut. Duh, kondisi ini terasa kian berat bagi kita. Sebab, setiap tarikan napas kita sudah bercampur debu kemaksiatan. Mau nonton televisi, tayangan yang banyak muncul justru yang “gersang” alias “seger” merangsang. Mau baca tabloid, majalah, koran dan browsing di internet, juga kita rasanya pengen muntah karena disuguhi menu yang “itu-itu” aja. Utamanya kini marak tabloid dan majalah (terutama di internet) yang kontennya “esek-esek”. Alarm tanda bahaya kudu segera dinyalakan, Bro en Sis.

BTW, karena semuanya begitu, maka jangan salahkan pem­baca dan pemirsa 100 persen, bila kemudian mereka berperilaku bejat. Para pengelola acara televisi dan pengelola bisnis majalah, koran, dan juga tabloid serta yang menyediakan konten di internet kudu bertanggung jawab tuh. Eh, negara juga dong kudu bertanggung jawab untuk memberantas media yang merusak kepribadian masyarakat. Sehingga menjaga jarak aman ini bukan cuma dibebankan kepada individu yang memang bersifat teknis, tapi negara secara sistemik wajib banget untuk peduli dalam rangka melindungi rakyatnya. Jangan malah ikut-ikutan menjerumuskan dengan membiarkan jarak untuk “begituan” kian dekat saja.

Sobat gaulislam, sebagai penekanan saja, kita harus berani menyatakan bahwa: “Jangan sampe ukhuwah kita berubah jadi demenan alias pacaran!” Yup, semoga asmara yang bersemi di kalangan para aktivis rohis (apalagi aktivis dakwah) ini bisa dikendalikan dan diarahkan di jalur yang benar sesuai syariat Islam.

Insya Allah, kalo kita bersungguh-sungguh ingin merajut kasih yang diridhoi Allah Ta’ala, pastinya Allah akan memudahkan jalan bagi kita. Dia juga akan memberikan pasangan hidup yang terbaik buat kita. Tentu saja dengan tetap berada di jalan yang sesuai syariat demi menjaga kesucian diri
0 Comments
Tweets
Komentar

0 komentar:

Posting Komentar