Selasa, 30 April 2013

Alkisah disebuah desa hiduplah seorang ibu yang sudah tua dengan anak semata wayangnya. Suaminya sudah lama meinggal Karen sakit. Sayangnnya, anak semata wayangnnya itu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan melakukan berbagai kejahatan lainnya yang membuat si ibu sering menangis. Ia pun senantiasa bedoa kepada Tuhan.

“Tuhan tolong sadarkan anakku yang ku sayangi, supaya ia tidak berbuat dosa lebih banyak lagi. Aku sudah tua dan aku ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”.

Perbuatan jahatnya sangat keterlaluan dan sudah sangat sering ia masuk keluar penjara karena kejahatannya itu. suatu hari ia mencuri di sebuah rumah penduduk desa. Malang nasibnya, ia tertangkap oleh penduduk yang kebetulan lewat. Kemudian ia dibawa ke hadapan raja untuk diadili sesuai hokum yang berlaku di kerajaan tersebut. Setelah ditimbang berdasarkan sudah seringnya ia mencuri, maka tanpa ampun lagi si anak tersebut dijatuhi hukuman mati. Keesokan harinya ia akan menjalani hukuman pancung tepat pada saat lonceng jam kota berdentang menandakan pukul 6 pagi. Berita hukuman itu sampai juga ke telinga sang ibu. Dia menangis meratapi anak yang sangat dikasihinya. Sembari berlutut dia berdoa, “Tuhan ampunilah anak hamba. Biarlah hamba-Mu yang sudah tua renta ini yang menanggung dosa dan kesalahannya”. Dengan tertatih-tatih ibu yang penuh kasih itu pun mendatangi sang raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan, akan tetapi keputusan raja sudah bulat, sia anak tetap harus menjalani hukuman mati. Dengan hati hancur si ibu kembali ke rumah.

Keesokan harinya, rakyat berbondong-bondong mendatangi tempat yang telah ditentukan untuk menyaksikan hukuman pancung tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya, dan si anak sudah pasrah menantikan ajal yang menjemputnya. Ketika detik yang dinantikan akhirnya tiba, lonceng jam di menara kota belum juga berdentang. Suasana mulai berisik. Sudah lima menit lewat dari waktunya. Akhirnya datang petugas yang membunyikan lonceng. Dia juga mengaku heran, karena sudah sejak tadi dia menarik lonceng, tapi suara dentangnnya tidak ada.

Ketika mereka sedang terheran-hera, tiba-tiba dari tali pegangan lengalir darah. Ternyata darah segar tersebut datang dari atas, berasal dari tempat di mana lonceng di ika. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah itu.

Tahukah aa yang terjadi ? Ternyata di dalam lonceng besar itu ditemui tubuh si ibu tua dengna kepala berlumuran darah. Dia memeluk bandul di dalam lonceng yang mengakibatkan lonceng tidak berbunyi. Sebagai gantinya kepalanya terbentur ke dinding lonceng. Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara si anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan. Dia menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya.

Rupanyam, malam sebelumnya si ibu susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng tersebut serta memeluk besi di dalam lonceng agar lonceng tidak berbunyi, untuk menghindarkan hukuman pancung anaknya.

Demikian, sangat  jelas kasih seorang ibu untuk anaknya, betapapun jahatnya si anak.
 
1 Comments
Tweets
Komentar

1 komentar: