Hadeeeuhh pastinya ucapan salam ini
udah pada dipraktekin deh ya (bagi yang udah mempraktekkan, bagi yang nggak
atau belum ya kagak lah). Hmm… tema cinta lagi nih kita bahas. Iya. Tepatnya
sih tema asmara. Beda sih cinta ama asmara. Setidaknya menurut kamus Bahasa
Indonesia.Asmara didefinisikan sebagai perasaan senang kepada lawan jenis, bisa
juga diartikan rasa cinta.Sementara khusus tentang cinta, Kamus Besar Bahasa
Indonesia mendefinisikannya agak lebih detil. Cinta diartikan suka sekali,
sayang benar, kasih sekali, ingin sekali. Dari dua definisi ini, nampak kalo
asmara lebih fokus kepada rasa cinta dengan lawan jenis (kelamin). Tetapi kalo
cinta, itu sangat luas. Sebab, bisa saja diartikan cinta kepada orang tua,
kepada saudara, kepada seluruh kaum muslimin, kepada guru. Dimensinya luas
(ciee.. pake bahasa dimensi segala). Intinya, asmara itu lebih fokus kepada
rasa cinta kepada lawan jenis dan khususnya masalah birahi. Hmm.. kamu jadi
ngeh sekarang kan, gara-gara baca gaulislam jadi bisa bedain antara cinta dan
asmara (upps..pede banget. Afwan ya bukan nyombong. Kali aja redaksi gaulislam
yang baru ngeh, sementara kamu udah tahu duluan hehehe…).
Bro en Sis rahimakumullah pembaca
setia gaulislam, back to topic ya. Ya, kalo ngomongin soal asmara
kayaknya nggak ada abisnya. Selalu enak dibahas, enjoy merasakannya. Bahkan
banyak juga yang merasa kudu merayakannya. Apalagi anak muda atau remaja.
Justru pada saat usia itulah masa-masanya kembang di hati mereka mekar semerbak
harum mewangi. Di situlah mulai kencang debar-debar asmara. Sebab baru tahu ada
daya tarik terhadap lawan jenis. Daya tarik itu dilengkapi juga dengan daya
dorong dari dalam diri sendiri. Merasa punya ketertarikan kepada lawan jenis,
lalu dari dalam diri seolah ngomporin perasaan-perasaan untuk mendekati sang
lawan jenis itu. Klop. Ada daya tarik, ditambah juga daya dorong.
BTW, ini kok jadi kayak pelajaran
fisika? Ada istilah daya tarik dan daya dorong segala. Hehehe.. emang iya,
Mirip-mirip lah. Bener. Jadi inget Hukum Coloumb. Secara sederhana hukum
tersebut menjelaskan bahwa gaya elektrostatis (tarik menarik) antara dua buah
benda (F) yang berlainan muatan (q1 dan q2) sebanding dengan konstanta (k) dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak keduanya (r). Semakin besar muatan
kedua benda serta semakin pendek jaraknya, semakin besar pula gaya tarik
menarik yang ditimbulkannya. Maka, jangan heran kalo diaplikasikan kepada
‘getaran’ rasa di antara cowok dan cewek, akan kian ‘tertarik’ kalo jaraknya
kian dekat. Setuju? Harus! Hehehe…
Nah, sesuai judul buletin gaulislam edisi
pekan ini, pekan ke 248 sejak terbit (nonstop) tiap pekan pada 29 Oktober 2007
silam, gaulislam bahas hubungan antara laki dan perempuan. Tepatnya lagi,
karena sekarang lagi di bulan Ramadhan, dan faktanya juga banyak yang
memanfaatkan momen jalan-jalan subuh untuk mengumbar debar asmara di antara
remaja putra dan remaja putri. Maka, gaulislam mau ngasih pandangan dan juga
panduan gimana menyikapi fakta ini dan juga solusinya. Siap ya? Lanjutkan
bacanya ampe tekor, eh ampe tuntas.
Asmara tak kenal musim
Selama manusia masih memiliki naluri
melestarikan keturunan (gharizah an-Nau’u), maka selama itu pula akan tumbuh
rasa cinta, debar asmara, dimabuk rindu. Memang, ada kondisi-kondisi tertentu
dimana rasa cinta itu sangat bergelora, rindu yang kian menggebu, dan asmara
yang tetap membara. Pada kondisi seperti apakah itu? Ya, pada kondisi dimana
laki dan perempuan berada dalam satu keadaan. Intinya, kedua lawan jenis itu
memungkinkan untuk saling bertemu dan berkomunikasi satu sama lain, maka saat
itulah cinta bisa terus menggelora, rindu yang menggebu-gebu dan asmara yang
tetap membara. Kalo misalnya nggak ketemu dan nggak berkomunikasi? Nah, itu
hanya bagian dari cara meredam naluri itu agar tidak tumbuh liar. Sebab, pada
kondisi tak ada pertemuan atau tak ada komunikasi biasanya sinyal
cinta-asmara-rindu tak redup. Ini insya Allah bisa meredam.
Namun, kalo pengen lebih bisa jaga
diri lagi dari hal-hal yang belum semestinya dilakukan, maka cara ampuh yang
bisa ditempuh adalah menguatkan keimanan dan meningkatkan amal shalih. Insya
Allah, pada kondisi keimanan yang kokoh dan amal shalih yang terus dilakukan
bukan saja meredam bara asmara yang belum semestinya dikipasin, tetapi juga
bisa kendalikan hawa nafsu dan tahu bagaimana cara mengekspresikan asmara di
jalur yang benar. Itu artinya, kalo belum ada peluang untuk menyulut bara api
asmara pada kondisi yang dibenarkan syariat Islam, dia nggak akan mau coba-coba
ngelakuin yang dilarang dalam ajaran Islam. Contohnya, orang tersebut akan
meredam bara asmaranya sampai nanti ada kesempatan untuk menikah. Dia juga
nggak akan berani pacaran, apalagi gaul bebas karena kedua perbuatan tersebut
terlarang dalam syariat Islam. Simpel kan? So, pasti!
Nah, sesuai subjudul dari tema kita
pekan ini, bahwa memang benar adanya kalo asmara itu nggak kenal musim. Ia akan
terus membara. Ada dalam setiap jiwa manusia. Tetapi yang membedakan manusia
yang satu dengan yang lainnya dalam meredam asmaranya adalah pada pengelolaan
dan pengendalian hawa nafsu serta pemahamannya yang kokoh tentang keimanan dan
kuatnya amal shalih.
Benar, mau bulan apa aja, hingga
Ramadhan sekalipun, debar asmara tetap bisa membara, gejolak cinta bisa
bergelora, dan rindu yang menggebu bisa bikin mabuk pelakunya. Tapi bagi mereka
yang bisa meredam dan mengelola hawa nafsu, insya Allah bisa dialihkan dengan
kegiatan positif yang bermanfaat tanpa kehilangan penampakan-penampakan dari
naluri melestarikan jenis tersebut.
Pacaran terselubung
Saat ini marak “asmara subuh” di
bulan Ramadhan. Coba deh tengok aktivitas remaja yang mendadak kalo subuh
memenuhi masjid-masjid di daerahnya masing-masing. Tetapi sayangnya, setelah
shalat subuh mereka jalan-jalan berpasangan dengan lawan jenis. Meski itu
temannya, tetap aja termasuk yang nggak boleh berhubungan dengan lawan jenis
yang bukan mahromnya. Apalagi kalo emang bukan sekadar teman, tapi udah pacar.
Bahaya banget tuh!
Mungkin juga di antara mereka yang
jalan-jalan subuh sambil menebar asmara masing-masing, adalah para aktivis
masjid atau setidaknya simpatisan dan kader rohis. Waduh, kalo aktivis rohis
ada yang punya hobi ngobrol en berduaan serta jalan-jalan subuh dengan lawan
jenisnya di bulan Ramadhan maka tentu aja itu musibah besar. Di satu sisi
mereka punya kesadaran bahwa apa yang dilakukannya boleh dibilang
nyerempet-nyerempet dosa (atau bahkan sudah masuk bab dosa?). Tapi, di sisi
lain, temen-temen aktivis rohis juga punya naluri, yang adakalanya harus merasa
terpenuhi.
Sebagai jalan keluar, lalu ada di
antara mereka yang “ngakalin” supaya apa yang dilakukannya nggak tampak sebagai
perbuatan dosa. Nggak terlihat sebagai bentuk perlawanan terhadap syariat
Islam. Itu sebabnya, ada banyak di antara teman aktivis rohis yang menjalani
ritual “pacaran terselubung”. Misalnya, apa yang dilakoninya itu diberi label
‘pacaran islami’ dan semua itu dilakukan dengan mengusung semboyan: no kiss,
no touch. Ya, tanpa ciuman dan tanpa sentuhan. Terus kalo ketemu ya di
masjid. Ngobrolnya jauhan. Nggak pernah pegangan tangan kalo jalan berdua abis
shala subuh di bulan Ramadhan atau selesai tarawihan. Nggak ada jadwal khusus
untuk wakuncar. Kapan-kapan aja kalo mau. Melepas rindu pun cukup bicara lewat
telepon, atau mungkin kirim-kirim SMS dan e-mail aja. Pokoknya asli tanpa
ciuman dan tanpa sentuhan. Aman dari segala macam ‘gerilya’ yang tak perlu.
Kalo ada yang negur kenapa sering ketemu dan komunikasi, bilangnya: kami sedang
koordinasi urusan organisasi. Walah, dari mana pula dapet ‘dalil’ begini rupa?
Sobat muda muslim pembaca setia
gaulislam, memang sih teman-teman remaja putra dan putri yang kebetulan udah
mengenal ajaran Islam, meski sedikit, mulai tumbuh kesadarannya dalam beragama.
Sehingga wajar dong kalo teman-teman juga selalu mencari solusi dari berbagai
masalah yang ada dalam kehidupan ini menurut Islam. Sayangnya, kita suka lupa,
bahwa nggak setiap perbuatan apabila diembeli-embeli dengan kata “islami” bisa
langsung dikatakan halal untuk dilakukan. Nggak lho. Kudu dilihat dulu
aktivitasnya.
Jika sudah terbukti bahwa apa yang
dilakukannya itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka sudah saatnya
dipencet tombol alarm tanda bahaya. Kalo ada aktivis masjid berlainan jenis
udah berani jalan berdua sambil bergandengan tangan, ngobrol berdua diselingi
haha-hihi, mojok berdua (meskipun di masjid), jelas ini harus diwaspadai lalu
ditegur. Nggak boleh sampe telat ngingetin. Jangan menunggu sampe banyak orang
yang berbuat tak sesuai resep syariat Islam. Bisa bahaya!
Memang sih, jaman sekarang teman remaja
banyak kehilangan figur. Sedikit banget yang bisa dijadikan sebagai teladan
dalam menjalani kehidupan ini. Akibatnya, teman remaja banyak yang mencari
sendiri apa yang dirasa cocok dengan hati nuraninya, tapi ogah mikir panjang
dengan mengkalkulasikan untung-ruginya melalui standar-standar aturan syariat
Islam. Jadi cuma ngandelin perasaannya doang. Padahal ini bisa gawat lho kalo
nggak segera diselesaikan. Bisa-bisa membahayakan nantinya.
Buktinya sekarang, banyak remaja
muslim yang ‘ngakalin’ hubungan dengan lawan jenis dengan anggapan bahwa
hubungannya sah, karena pake nama “pacaran islami”. Ngelihat begini teh,
terus terang saja sedih. Sedih banget. Sebab, ternyata teman-teman remaja masih
mengandalkan semangat doang dalam mengamalkan ajaran Islam. Belum sampe ke
dalamnya, yakni meningkatkan tsaqofah Islam yang cukup. Maklum, yang namanya
perjuangan untuk menegakkan Islam itu nggak cukup kalo mengandalkan semangat
doang tanpa ilmunya.
Itu sebabnya, maraknya aktivitas
pacaran—yang diembel-embeli kata islami—sesama pengurus pengajian di sekolah or
kampus lebih diakibatkan karena ketidak-tahuan teman remaja tentang batasan
bergaul dengan lawan jenis. Namun ada juga sih yang udah tahu kalo itu haram
dilakukan, tapi ada aja yang bandel dan tetep melakukannya. Pengurus lain
banyak yang protes, yang bersangkutan anteng aja seperti nggak merasa bersalah.
Ibaratnya, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Wah, ini namanya musibah
besar, Bro! Jadi hati-hati dengan hawa nafsu ya. Jangan biarkan ia menguasai dan
mengendalikan akal sehat kita. Jangan beri ia kesempatan untuk memalingkan kita
dari ketaatan terhadap syariat Islam.
Yuk, sadar diri segera
Di awal subjudul ini saya tegaskan
ya; Jangan nekat berzina. Bener. Jangan sampe kamu kebablasan gaul bebas, jalan
bareng dengan lawan jenismu dan akhirnya nggak mampu ngerem hawa nafsu. Jangan
main-main dengan perbuatan yang satu ini. Zina adalah perbuatan tercela dan
jalan yang buruk. Firman Allah Swt.:“Dan janganlah kamu mendekati zina,
karena sesungguhnya zina adalah perbuatan yang tercela dan jalan yang buruk,”
(QS al-Isra [17]: 32)
Dari Jabir ra, Rasulullah saw.
berkata, “Ingatlah! Janganlah seorang laki-laki menginap di sisi seorang
wanita dalam satu rumah, kecuali dia menikahinya atau dia mahramnya.” (HR
Muslim)
Dalam sebagian riwayat hadits
Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi
Saw. bersabda:“Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya
membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan
yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di
bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri
dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka
naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali
masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab:
‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.
Bagi mereka yang berbuat maksiat,
termasuk yang berzina, Allah memberikan gambaran dalam firman-Nya:“Setiap
kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya
mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): “Rasakanlah azab
yang membakar ini”. (QS al-Hajj [22]: 22)
Andai kamu tahu, berbahagialah orang
yang bisa menahan nafsunya untuk tidak berbuat zina. Abu Hurairah dan Ibnu
Abbas r.a. berkata: “Rasulullah saw. berkhutbah sebelum wafatnya, yang di
antaranya beliau bersabda:“Barangsiapa mampu bersetubuh dengan wanita atau
gadis secara haram, lalu dia meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka
Allah menjaganya pada hari yang penuh ketakutan yang besar (kiamat),
diharamkannya masuk neraka dan memasukkannya ke dalam surga.” (Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitab Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin)
Bro en Sis rahimakumullah pembaca
setia gaulislam, hati-hatilah dalam bergaul dengan teman satu pengajian atau
satu kampung or satu sekolah. Jaga diri, kesucian, dan kehormatan kamu dan
temanmu. Jangan nekat berbuat maksiat. Kalo udah TKD alias Teu Kuat Deui
(baca: nggak kuat lagi) segera menikah saja (kalo emang udah mampu lahir-batin mah).
Kalo belum mampu? Banyakin aktivitas bermanfaat dan seringlah berpuasa.
Emang sih kalo pengen ideal, kudu
ada kerjasama semua pihak; individu, masyarakat dan juga negara. Hmm.. soal
cinta juga urusan negara ya? Negara wajib meredam dan memberantas faktor-faktor
yang selalu ngomporin masyarakat untuk berbuat yang nggak-nggak. Media massa
salah satunya.
Betul, karena faktanya, banyak teman
yang nafsunya kenceng, tapi keimanan masih tambal sulam, bahkan banyak yang blong
banget. Ya kalo yang blong abis sih, susah ngeremnya. Ditambah dengan
media massa yang “begituan” selalu siap sedia ngomporin kita. Eh, kitanya juga
doyan aja ngelalap media tersebut. Duh, kondisi ini terasa kian berat bagi
kita. Sebab, setiap tarikan napas kita sudah bercampur debu kemaksiatan. Mau
nonton televisi, tayangan yang banyak muncul justru yang “gersang” alias “seger”
merangsang. Mau baca tabloid, majalah, koran dan browsing di internet, juga
kita rasanya pengen muntah karena disuguhi menu yang “itu-itu” aja. Utamanya
kini marak tabloid dan majalah (terutama di internet) yang kontennya
“esek-esek”. Alarm tanda bahaya kudu segera dinyalakan, Bro en Sis.
BTW, karena semuanya begitu, maka
jangan salahkan pembaca dan pemirsa 100 persen, bila kemudian mereka
berperilaku bejat. Para pengelola acara televisi dan pengelola bisnis majalah,
koran, dan juga tabloid serta yang menyediakan konten di internet kudu
bertanggung jawab tuh. Eh, negara juga dong kudu bertanggung jawab untuk
memberantas media yang merusak kepribadian masyarakat. Sehingga menjaga jarak
aman ini bukan cuma dibebankan kepada individu yang memang bersifat teknis,
tapi negara secara sistemik wajib banget untuk peduli dalam rangka melindungi
rakyatnya. Jangan malah ikut-ikutan menjerumuskan dengan membiarkan jarak untuk
“begituan” kian dekat saja.
Sobat gaulislam, sebagai penekanan
saja, kita harus berani menyatakan bahwa: “Jangan sampe ukhuwah kita berubah
jadi demenan alias pacaran!” Yup, semoga asmara yang bersemi di kalangan para
aktivis rohis (apalagi aktivis dakwah) ini bisa dikendalikan dan diarahkan di
jalur yang benar sesuai syariat Islam.
Insya Allah, kalo kita
bersungguh-sungguh ingin merajut kasih yang diridhoi Allah Ta’ala, pastinya
Allah akan memudahkan jalan bagi kita. Dia juga akan memberikan pasangan hidup
yang terbaik buat kita. Tentu saja dengan tetap berada di jalan yang sesuai
syariat demi menjaga kesucian diri